Header news

✒️ |

Soshum Tidak Bisa Bersaing Jadi Data Analyst? Kata Siapa? Ini Buktinya!

 

Afgnews - Saat ini, bagi sebagian besar lulusan ilmu Sosial dan Humaniora (Soshum) jika terjun ke dunia teknologi yang didominasi oleh angka dan kode seringkali terdengar seperti sebuah misi yang mustahil. Anggapan bahwa profesi Data Analyst hanya diperuntukkan bagi mereka yang berlatar belakang Teknik Informatika, Matematika, atau Statistik masih melekat kuat di benak masyarakat. Namun, realitas industri saat ini menunjukkan pergeseran yang menarik, di mana keberagaman latar belakang pendidikan justru menjadi aset berharga dalam sebuah tim data.

Perusahaan-perusahaan teknologi besar kini mulai menyadari bahwa data tidak hanya sekadar deretan angka, melainkan representasi dari perilaku manusia yang kompleks. Di sinilah celah peluang terbuka lebar bagi lulusan Soshum untuk mengisi kekosongan yang sering luput dari perhatian lulusan teknis murni. Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa transisi karir dari bidang sosial ke ranah data bukan hanya sekadar mimpi di siang bolong, melainkan langkah strategis yang sangat masuk akal dan menjanjikan.

Salah satu keunggulan utama yang dimiliki oleh lulusan Soshum adalah kemampuan berpikir kritis dalam memahami konteks sosial dan perilaku manusia. Seorang Data Analyst tidak hanya bertugas mengolah angka menggunakan Python atau SQL, tetapi juga harus mampu menerjemahkan angka tersebut menjadi wawasan bisnis yang relevan. Lulusan Soshum terbiasa melihat fenomena dari berbagai sudut pandang, mempertanyakan "mengapa" sebuah tren terjadi, bukan hanya "apa" yang terjadi. Kemampuan untuk menghubungkan titik-titik data dengan realitas sosial di lapangan inilah yang sering kali menjadi nilai tambah unik yang sulit digantikan oleh mesin atau algoritma semata.

Dalam dunia profesional, hasil analisis data yang rumit tidak akan berguna jika tidak dapat disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh para pengambil keputusan. Di sinilah kemampuan komunikasi dan storytelling yang diasah selama kuliah di jurusan Soshum menjadi senjata ampuh. Lulusan Ilmu Komunikasi, Hubungan Internasional, atau Sastra umumnya memiliki kepekaan narasi yang lebih baik untuk menyusun laporan yang persuasif.

Baca juga: DQLab Bootcamp Data Analyst with Python & SQL

Ketakutan terbesar lulusan non-IT biasanya terletak pada penguasaan tools teknis seperti bahasa pemrograman atau manajemen basis data. Berbeda dengan software engineering yang membutuhkan logika algoritma yang sangat kompleks, analisis data lebih fokus pada manipulasi dan ekstraksi informasi. Dengan dedikasi waktu yang tepat dan kurikulum yang terstruktur, kemampuan teknis ini bisa dipelajari secara otodidak maupun melalui pelatihan intensif dalam waktu hitungan bulan, bukan tahun.

Banyaknya perusahaan teknologi di era ini yang mulai menggeser syarat administrasi kaku menjadi pembuktian kompetensi melalui karya nyata. Bagi lulusan Soshum, ketiadaan ijazah IT dapat ditutupi dengan portofolio data yang solid dan relevan dengan studi kasus. Dimana kita bisa mulai mengerjakan proyek analisis data sederhana yang berkaitan dengan latar belakang pendidikan, misalnya menganalisis tren media sosial, data demografi penduduk, atau survei kepuasan pelanggan. Portofolio yang menunjukkan kemampuan pemecahan masalah secara end-to-end akan jauh lebih meyakinkan rekruter dibandingkan sekadar deretan gelar akademik tanpa bukti keterampilan praktis.

Menjadi seorang praktisi data dari latar belakang Soshum bukanlah hal yang mustahil, melainkan sebuah tantangan yang sangat mungkin untuk ditaklukkan. Kombinasi antara soft skill berupa pemahaman konteks manusia dan hard skill analisis data menciptakan profil profesional yang unik dan dicari banyak perusahaan. Kuncinya terletak pada kemauan untuk terus belajar, beradaptasi dengan teknologi baru, dan keberanian untuk memulai langkah pertama keluar dari zona nyaman. (af)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.