Header news

✒️ |

Beri Kunci Sinema Berkelanjutan, Insan Sinema Malang Raya Gelar Diskusi Bersama Mira Lesmana dan Riri Riza

        AfgNews - Duo sineas kenamaan Indonesia, Mira Lesmana (Produser Film) dan Riri Riza (Penulis & Sutradara), berbagi inspirasi tentang pembangunan ekosistem film berkelanjutan dalam acara "MTN Ikon Inspirasi X Rekreasinema Talks" di Auditorium Malang Creative Center (MCC) pada Jumat (10/10/2025). Acara ini menjadi bagian dari agenda besar "Road to (Batu International Kids Film Festival) Baikfest Film 2026".
Forum yang dihadiri oleh ratusan pegiat film, mahasiswa, dan masyarakat umum ini menjadi wadah strategis untuk membahas masa depan industri film di Malang Raya. Diselenggarakan oleh Insan Sinema Malang Raya bersama Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Malang, serta didukung oleh Kementerian Kebudayaan dan Malang Creative Center (MCC) yang bertujuan untuk menumbuhkan semangat baru dalam penciptaan film yang tidak hanya berkualitas secara teknis, tetapi juga kaya akan nilai dan gagasan.

Lingga Galih Permadi, Ketua Umum Insan Sinema Malang Raya, dalam sambutannya menyatakan bahwa acara ini lebih dari sekadar talk show biasa. Menurutnya, ini adalah sebuah inisiatif berkelanjutan yang digagas untuk memperkuat kolaborasi dan ekosistem perfilman lokal. "Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian Road to Baikfest Film 2026. Kami berharap, output dari kegiatan ini adalah semangat baru dari film yang membawa nilai baik, gagasan dan mimpi bersama," ujarnya.

Visi ini mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah pusat. Ahmad Mahendra, Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, menegaskan bahwa film memiliki peran ganda yang krusial. "Film itu ada nilai ekonomi kreatifnya, dapat menaikkan PDB sebuah daerah yang signifikan," katanya. "Bahkan hal ini bisa mengembangkan talenta lokal menjadi nasional bahkan internasional," tambah Mahendra, menggarisbawahi potensi film sebagai motor penggerak ekonomi daerah dan katalisator talenta.

Sebagai pembicara utama, Mira Lesmana dan Riri Riza membagikan filosofi yang menjadi fondasi rumah produksi mereka, Miles Films. Dalam sebuah pernyataan bersama, mereka menjelaskan bahwa karya-karya mereka dirancang dengan tujuan yang melampaui hiburan semata. "Miles Film juga selain dibuat agar relevan di segala usia, tujuannya adalah lebih dari itu," ungkap mereka.

Tujuan tersebut mencakup perhatian khusus kepada wilayah-wilayah di Indonesia Timur, yang mereka pandang sebagai wujud nyata dari rasa nasionalisme dan humanisme. "Ini adalah rasa nasionalis dan humanis yang diciptakan untuk seluruh warga Indonesia," lanjut pernyataan tersebut. Filosofi ini tecermin dalam karya-karya mereka yang kerap mengangkat cerita-cerita otentik dari berbagai pelosok negeri, memberikan suara kepada mereka yang jarang terlihat di layar lebar.

Sebelumnya, PT Mira Lesmana Production Services, atau yang lebih dikenal sebagai Miles Films, adalah sebuah rumah produksi film yang didirikan oleh Mira Lesmana pada 10 Maret 1995. Kini, rumah produksi tersebut dipimpin oleh Mira Lesmana bersama sineas Riri Riza, dan telah menjadi sinonim dengan sinema berkualitas yang tidak hanya berhasil secara komersial, tetapi juga diakui secara kritis. Jauh sebelum dikenal melalui film layar lebar, Miles Films pertama kali melejit saat memproduksi serial dokumenter drama "Anak Seribu Pulau" yang disiarkan oleh TVRI dan lima stasiun televisi swasta dan “Laskar Pelangi” yang banyak dikenal gen Z.

Baca Selengkapnya: Apa Itu Miles Film?

Dalam sesi diskusi, Mira dan Riri menekankan bahwa menjadi seorang sineas hebat tidak cukup hanya dengan menguasai teknis pembuatan film. Mereka mendorong para peserta untuk mempelajari industri film secara lebih luas dan holistik, termasuk memahami ekosistem yang melingkupinya. Hal ini mencakup pengetahuan tentang distribusi, promosi, kritik film, hingga cara membangun audiens yang loyal.

"Mempelajari film itu harus lebih luas. Tidak hanya mengadakan pelatihan pembuatan film, namun juga mengenal bagaimana dunia film tersebut bekerja secara keseluruhan," papar mereka. Pemahaman mendalam terhadap ekosistem ini, menurut keduanya, adalah kunci untuk menciptakan karya yang tidak hanya selesai diproduksi, tetapi juga berhasil menjangkau penonton dan memberikan dampak yang berkelanjutan.

Ratna Noviani (2011), dalam kajiannya mengenai film sebagai cerminan realitas sosial menegaskan bahwa film tidak pernah lahir dalam ruang hampa. Menurutnya, "film adalah sebuah teks sosial yang selalu memiliki interrelasi dengan konteks sosial budaya di mana teks tersebut diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi". Pandangan ini menggarisbawahi bahwa sebuah karya sinema merupakan cerminan dari dinamika masyarakatnya, yang keberhasilannya sangat bergantung pada kesehatan ekosistem perfilman secara menyeluruh, mulai dari tahap produksi hingga bagaimana karya tersebut diterima oleh penontonnya. [1] 

[1] Noviani, R. (2011). Konsep Diri Remaja dalam Film Indonesia: Analisis Wacana atas Film Remaja Indonesia Tahun 1970-2000-an.
KAWISTARA, 1(1), 40-54.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.