Beri Kunci Sinema Berkelanjutan, Insan Sinema Malang Raya Gelar Diskusi Bersama Mira Lesmana dan Riri Riza
Lingga Galih Permadi, Ketua Umum Insan Sinema Malang
Raya, dalam sambutannya menyatakan bahwa acara ini lebih dari sekadar talk show
biasa. Menurutnya, ini adalah sebuah inisiatif berkelanjutan yang digagas untuk
memperkuat kolaborasi dan ekosistem perfilman lokal. "Kegiatan ini menjadi
bagian dari rangkaian Road to Baikfest Film 2026. Kami berharap, output dari
kegiatan ini adalah semangat baru dari film yang membawa nilai baik, gagasan
dan mimpi bersama," ujarnya.
Visi ini mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah
pusat. Ahmad Mahendra, Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan
Pembinaan Kebudayaan, menegaskan bahwa film memiliki peran ganda yang krusial.
"Film itu ada nilai ekonomi kreatifnya, dapat menaikkan PDB sebuah daerah
yang signifikan," katanya. "Bahkan hal ini bisa mengembangkan talenta
lokal menjadi nasional bahkan internasional," tambah Mahendra,
menggarisbawahi potensi film sebagai motor penggerak ekonomi daerah dan katalisator
talenta.
Sebagai pembicara utama, Mira Lesmana dan Riri Riza
membagikan filosofi yang menjadi fondasi rumah produksi mereka, Miles Films.
Dalam sebuah pernyataan bersama, mereka menjelaskan bahwa karya-karya mereka
dirancang dengan tujuan yang melampaui hiburan semata. "Miles Film juga
selain dibuat agar relevan di segala usia, tujuannya adalah lebih dari
itu," ungkap mereka.
Tujuan tersebut mencakup perhatian khusus kepada wilayah-wilayah di Indonesia Timur, yang mereka pandang sebagai wujud nyata dari rasa nasionalisme dan humanisme. "Ini adalah rasa nasionalis dan humanis yang diciptakan untuk seluruh warga Indonesia," lanjut pernyataan tersebut. Filosofi ini tecermin dalam karya-karya mereka yang kerap mengangkat cerita-cerita otentik dari berbagai pelosok negeri, memberikan suara kepada mereka yang jarang terlihat di layar lebar.
Sebelumnya, PT Mira Lesmana Production Services, atau
yang lebih dikenal sebagai Miles Films, adalah sebuah rumah produksi film yang
didirikan oleh Mira Lesmana pada 10 Maret 1995. Kini, rumah produksi tersebut
dipimpin oleh Mira Lesmana bersama sineas Riri Riza, dan telah menjadi sinonim
dengan sinema berkualitas yang tidak hanya berhasil secara komersial, tetapi
juga diakui secara kritis. Jauh sebelum dikenal melalui film layar lebar, Miles
Films pertama kali melejit saat memproduksi serial dokumenter drama "Anak
Seribu Pulau" yang disiarkan oleh TVRI dan lima stasiun televisi swasta
dan “Laskar Pelangi” yang banyak dikenal gen Z.
Baca Selengkapnya: Apa Itu Miles Film?
Dalam sesi diskusi, Mira dan Riri menekankan bahwa
menjadi seorang sineas hebat tidak cukup hanya dengan menguasai teknis
pembuatan film. Mereka mendorong para peserta untuk mempelajari industri film
secara lebih luas dan holistik, termasuk memahami ekosistem yang melingkupinya.
Hal ini mencakup pengetahuan tentang distribusi, promosi, kritik film, hingga
cara membangun audiens yang loyal.
"Mempelajari film itu harus lebih luas. Tidak
hanya mengadakan pelatihan pembuatan film, namun juga mengenal bagaimana dunia
film tersebut bekerja secara keseluruhan," papar mereka. Pemahaman
mendalam terhadap ekosistem ini, menurut keduanya, adalah kunci untuk
menciptakan karya yang tidak hanya selesai diproduksi, tetapi juga berhasil
menjangkau penonton dan memberikan dampak yang berkelanjutan.
Ratna Noviani (2011), dalam kajiannya mengenai film
sebagai cerminan realitas sosial menegaskan bahwa film tidak pernah lahir dalam
ruang hampa. Menurutnya, "film adalah sebuah teks sosial yang selalu
memiliki interrelasi dengan konteks sosial budaya di mana teks tersebut
diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi". Pandangan ini
menggarisbawahi bahwa sebuah karya sinema merupakan cerminan dari dinamika
masyarakatnya, yang keberhasilannya sangat bergantung pada kesehatan ekosistem
perfilman secara menyeluruh, mulai dari tahap produksi hingga bagaimana karya
tersebut diterima oleh penontonnya. [1]
[1] Noviani, R. (2011). Konsep Diri Remaja dalam Film Indonesia: Analisis Wacana atas Film Remaja Indonesia Tahun 1970-2000-an. KAWISTARA, 1(1), 40-54.



Tidak ada komentar: