RUU TNI Tuai Pro-Kontra, Kini Resmi Diajukan ke Paripurna. Ini Poin Perubahannya!
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat ini sedang dalam proses pembahasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah. Pada 18 Maret 2025, Komisi I DPR RI dan pemerintah menyepakati RUU tersebut untuk dibawa ke pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna, yang dijadwalkan dalam waktu dekat.
Ini merupakan usulan legislasi yang bertujuan untuk mengatur berbagai aspek terkait TNI, termasuk struktur organisasi, peran, fungsi, dan tanggung jawabnya. RUU ini dirancang untuk menyesuaikan regulasi TNI dengan perkembangan zaman dan kebutuhan pertahanan negara. Perubahan dalam hal ini yaitu pada usulan penambahan jumlah kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif, dari sebelumnya 10 menjadi 16 institusi.
Sesuai data yang diambil pada Katadata.com, menyatakan bahwa Dalam pembahasan terbaru Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), terdapat beberapa perubahan signifikan yang disepakati oleh panitia kerja (Panja) DPR pada 17 Maret 2025.
Perubahan Utama dalam RUU TNI:
1. Penghapusan Wewenang TNI dalam Penanganan Narkotika, yaitu Pada pasal 7 ayat (2), pemerintah awalnya mengusulkan penambahan tugas TNI di luar operasi militer, termasuk penanganan ancaman siber, operasi penyelamatan WNI di luar negeri, dan pemberantasan narkotika. Namun, setelah pembahasan, wewenang TNI untuk menangani masalah penyalahgunaan narkotika dihapuskan.
2. Pembatasan Jabatan Perwira TNI Aktif di Kementerian/Lembaga, yang pada Pasal 47 mengalami revisi terkait penempatan perwira TNI aktif di kementerian atau lembaga. Dalam UU TNI 2004, prajurit dapat menduduki jabatan pada 10 kementerian atau lembaga. Dalam RUU terbaru, perwira TNI aktif hanya dapat menjabat di 15 kementerian/lembaga, yang sebelumnya diusulkan menjadi 18. Salah satu perubahan spesifik adalah penghapusan kemungkinan perwira TNI aktif menjabat di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin memberikan perhatian khusus pada Pasal 39 yang tetap melarang prajurit aktif untuk bergabung sebagai anggota partai politik, terlibat dalam politik praktis, menjalankan bisnis, serta mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dalam pemilu maupun jabatan politik lainnya. "Ketentuan ini tidak mengalami perubahan. Prajurit TNI tetap dilarang menjadi anggota partai politik, berbisnis, atau mencalonkan diri dalam pemilu untuk posisi legislatif maupun jabatan politik lainnya," ujarnya.
Berikut Draf final RUU TNI pasal 47 soal 14 K/L yang Bisa Diduduki TNI Aktif:
Keterangan (*): Diusulkan masuk dalam revisi UU TNI
1. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam)
2. Pertahanan Negara termasuk Dewan Pertahanan Nasional
3. Kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden
4. Badan Intelijen Negara (BIN)
5. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)
6. Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
7. Badan SAR Nasional (Basarnas)
8. Badan Narkotika Nasional (BNN)
9. Mahkamah Agung (MA)
10. Badan Pengelola Perbatasan Publik (BNPP)*
11. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)*
12. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)*
13. Badan Keamanan Laut (Bakamla)*
14. Kejaksaan Agung (Kejagung)*
Proses Legislasi Selanjutnya: Setelah disepakati di tingkat Panja, RUU TNI akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi undang-undang. Rapat Paripurna dijadwalkan pada 20 Maret 2025.
Tidak ada komentar: